Rabu, 12 November 2014

2 Cara Paling Efektif dan Penuh Barokah untuk Meraih Financial Freedom

Cara Barokah Meraih Financial Freedom
Dua minggu lalu, kita sudah telisik anak tangga pendakian menuju puncak financial freedom. Lalu minggu lalu, kita sudah jelajahi instrumen investasi yang paling ampuh untuk merengkuh impian financial freedom.
Nah dalam tulisan kali ini, kita akan ulik tema yang lebih penting yakni : cara atau modus apa yang paling efektif dan penuh barokah untuk bisa tenggelam dalam bahtera financial freedom?
Silakan diseruput dulu teh hangatnya, sebelum kita bersama nikmati sajian renyah pagi ini.



Sejatinya ada dua pilihan jalan yang layak ditempuh untuk menyusuri jalur financial freedom dengan relatif cepat. Dua-duanya menjanjikan peluang yang paling optimal untuk mewujudkan impian tentang hidup yang penuh kemakmuran dan barokah.

Mari kita telusuri dua jalan itu.

Road #1 : Becoming Corporate Top Executive. Dulu, pada awal tahun 2000-an saya bekerja sebagai konsultan di Ernst and Young, bersama puluhan konsultan yang usianya sepantaran saya. Beberapa tahun kemudian hampir semuanya pindah kerja ke perusahaan lain.
Kini hampir semua teman itu telah menduduki posisi direktur (top executive) di berbagai perusahaan multinasional dengan gaji antara 50 – 65 juta per bulan. Dengan gaji sebesar ini, peluang meraih financial freedom menjadi lebih mungkin untuk diwujudkan.
Kenapa mereka bisa menjadi direktur (top level position) pada usia yang relatif muda? Ya karena mereka cerdas, kompeten dan punya career strategy yang solid.
Sebaliknya, jika Anda merasa karir Anda stagnan dan gaji Anda kok ya segitu-gitu saja; jangan – dan jangan pernah – salahkan manajemen, atasan, ataupun kantor tempat Anda bekerja.
Menyalahkan manajemen kantor, sembari tetap bertahan kerja disitu, adalah penghinaan terhadap akal sehat. Yang melakukannya terjebak dalam sindrom halusinasi.
Jika karir atau gaji Anda stagnan, mungkin memang Anda – sorry – tidak kompeten, tidak pernah punya kontribusi atau memang skill-nya abal-abal. Atau boleh jadi strategi karir yang Anda lakukan tidak mumpuni.
Sejumlah pembaca blog ini relatif sukses dalam melakukan “creative career movement” : tiap dua atau tiga tahun, pindah ke perusahaan lain dengan gaji yang naik dua hingga tiga kali lipat dari sebelumnya. Atau juga tetap bertahan di perusahaan yang sama dengan posisi karir yang terus meningkat.
Ingat: studi Boston Consulting Group Indonesia menyebut dalam waktu 10 tahun ke depan, Indonsia akan SANGAT kekurangan manajer-manajer andal. Demand terlalu tinggi, sementara pasokan manajer kompeten sangat terbatas.
Apa artinya? Gaji manajer kompeten dengan mudah akan naik, sejalan dengan hukum supply and demand. Dalam lima tahun ke depan, gaji manajer kompeten dengan mudah bisa tembus ke angka 40 juta per bulan.
Maka pilihan menjadi corporate top executive adalah salah satu jalur yang layak diambil untuk mendaki tangga financial freedom. Asal memang orang-orang di sekitar Anda percaya, Anda adalah calon manajer kompeten. Bukan manajer abal-abal.
Road #2 : Becoming an Entrepreneur. Dulu di tahun 2004 (sepuluh tahun silam) saya memutuskan untuk pindah kuadran: dari posisi karyawan/konsultan di sebuah perusahaan pindah untuk membangun bisnis konsultan sendiri.
Di tahun pertama bisnis saya itu, penghasilan saya naik secara signifikan dibanding gaji terakhir yang saya terima sebelum resign (naik sepuluh kali lipat, tepatnya. Atau 1000%).
Memiliki usaha sendiri memang menjanjikan potensi income yang tinggi (income entrepreneur yang sukses bisa dengan mudah melampaui gaji Direktur Utama Bank Mandiri yang sekitar Rp 150 juta/bulan).
Pertanyaannya: apakah Anda memang punya kompetensi dan keuletan untuk menjadi entrepreneur sukses? Bisnis apa yang mau dijalani? Apakah Anda punya keahlian dibidang itu? Dari mana modal untuk memulai bisnis? Bagaimana menjalankannya?
Kabar baiknya: hampir semua ilmu bisnis tentang apa saja dengan relatif mudah di dapat di Google/Youtube atau Internet. Buku dan informasi tentang ide bisnis dengan modal dibawah 10 juta juga mudah didapatkan di Gramedia.
Sepanjang Anda punya “sikap recourcefulness”, maka semua ilmu bisnis bisa dipelajari dengan relatif mudah. Yang kemudian harus dilakukan adalah : shut up your mouth, and just do it.
Yang menyebalkan adalah jika ide bisnis itu terus ditanya-tanyakan, dipikir, dianalisa lalu ditanya kembali, dipikir lagi, dianalisa lagi. Kalau seperti itu, kapan bisnisnya akan dibuka. Menunggu pensiun? Atau setelah berumur 79 tahun?
So just do it. Apply. Implement your business ideas. Try. Fail. Try again. Expand. Grow. And achieve your business success. Setelah sukses kita ke Brazil nonton Piala Dunia bareng-bareng :)
Baca juga: 5 Hal Yang Paling Menghalangi Kita dari Memulai Bisnis
DEMIKIANLAH, dua jalur yang layak ditempuh untuk menggapai financial freedom : menjadi corporate top executive atau menjadi great entrepreneurs. Dua-duanya menjanjikan income yang memadai dan penuh barokah.
notes: tulisan ini pertama kali di muat di blog Strategimanajemen.net dan dimuat ulang dengan seizin penulisnya.
dikutip dari http://odnv.co.id 

Mau Pindah Kuadran demi Meraih Financial Freedom?

Pindah Kuadran Meraih FinansialFreedom
Kini ada tren : demi mendapatkan penghasilan yang lebih besar, banyak karyawan yang pindah kuadran merintis usaha sendiri. Demi impian untuk mendapatkan financial freedom dan time flexibility.
Sayangnya, banyak yang melakukannya hanya semata karena nafsu, dan bosan dengan pekerjaannya (plus gaji yang tak seberapa).

Akibatnya : tak sedikit yang gagal, dan malahan dikejar-kejar debt collector. Tempo hari bahkan ada yang sampai jual motor demi membayar hutang karena bisnisnya gagal. Oh jadi ini yang namanya financial freedom? Financial freedom mbahmu le.
Tentu saja tidak salah jika ada banyak orang yang melakukan proses pindah kuadran. Namanya juga usaha.
Namun agar probabilitas keberhasilan proses pindah kuadran ini membesar, setidaknya ada sejumlah hal yang layak dilakoni.
Berdasar pengalaman pribadi dan observasi personal, saya melihat ada dua elemen kunci yang akan meningkatkan peluang sukses saat Anda mau pindah kuadran : dari kelas karyawan menjadi kelas juragan.
Mari kita lacak dua faktor itu, sambil menikmati secangkir teh hijau hangat di meja.

Penentu Sukses Pindah Kuadran #1 : Berbisnis pada Area yang Sama/Dekat dengan Pengalaman Kerja. Saya melihat ada banyak kasus dimana seseorang sukses pindah kuadran, karena ia menekuni bisnis yang sama dengan saat ia bekerja sebagai karyawan/manajer.
Begitulah kita melihat, ada mantan manajer kios KFC yang kini sukses besar menjalani usaha jualan fried chicken lokal. Tempo hari ada teman yang dulunya bekerja sebagai manajer di bidang pemasaran digital (digital marketing), sukses saat ia membangun sendiri bisnis di bidang yang sama – jualan jasa konsultasi digital marketing.
Pengalaman saya sendiri seperti itu. Genap 10 tahun lalu saya resign, untuk memulai membangun usaha sendiri. Di bidang apa? Tentu, saya memilih dalam bidang usaha yang memang saya geluti selama saya menjadi karyawan – yakni di bidang konsultan manajemen SDM. (sebelum resign saya dulu bekerja sebagai konsultan manajemen SDM di dua perusahan yang berbeda yakni Ernst and Young dan GML Performance Consulting).
Menekuni usaha dimana kita sudah memiliki pengalaman, memberikan keuntungan berupa : tahu peta bisnisnya, paham jalur pemasarannya, dan mungkin juga jaringan supplier yang ada di dalamnya.
Penentu Sukses Pindah Kuadran #2 : Coba Dulu, Kalau Sukses, Baru Resign dan Teruskan.
Cara kedua ini artinya, bahkan usaha yang mau dirintis itu sudah coba dijalani dulu saat Anda masih menjadi karyawan. Istilahnya menjadi “amphibi” – double kuadran. Bahasa lainnya : moonlighting atau ngobyek.
Cara ini saya kira salah satu pilihan untuk meminimalkan risiko. Di sela-sela kesibukan kerja, kita mungkin bisa mengajak partner untuk mencoba menjalani bisnis yang akan kita tekuni. Jika ada tanda-tanda sukses, kita bisa resign, lalu fokus membesarkan bisnis itu.
Jika gejalanya menunjukkan arah kegagalan, setidaknya kita masih punya penghasilan dari gaji karyawan (tidak sampai harus jual motor demi uang makan buat anak istri).
Tempo hari saya ngobrol dengan seorang kawan. Ia sudah menjadi manajer senior di sebuah perusahaan multinasional. Karirnya mapan dengan gaji yang menjulang. Namun ia bilang akhir tahun ini mau resign.
Kenapa ia akhirnya memutuskan resign? Ternyata teman saya itu selama ini sudah melakukan proses “moonlighting” – memanfaatkan hari Sabtu yang libur untuk memulai bisnisnya – yakni di bidang pelatihan untuk topik yang amat dia kuasai.
Beberapa kali ia menjual training publik di hari Sabtu, dan pesertanya selalu padat. Tiap kali itu pula, ia bisa mendapat keuntungan bersih yang amat memadai. Ia melihat market untuk jasa trainingnya lumayan besar, dan ia terbukti sudah bisa mendapatkannya. Proven business.
Maka, ia memutuskan untuk menekuni usaha di bidang training itu. Karena setelah di uji coba selama beberapa kali, ada tanda-tanda kesuksesan. Apalagi jika ia fokus total mencurahkan waktu untuk membesarkan bisnisnya itu.
DEMIKIANLAH, dua faktor kunci yang bisa membuat peluang sukses pindah kuadran menjadi lebih tinggi. Tekuni bisnis yang sama dengan pengalaman kerja kita. Lalu uji coba dulu, jika ada tanda sukses, LANJUTKAN (maksudnya, resign dan besarkan bisnisnya).
Selamat mencoba. Semoga sukses.
notes: tulisan ini pertama kali di muat di blog Strategimanajemen.net dan dimuat ulang dengan seizin penulisnya.
dikutip dari http://odnv.co.id